Tak selamanya, warna dan serat daun jadi isu menarik. Itu jika kita berbicara mengenai anthurium unik. Sebab, tanaman yang masih memiliki famili araceae ini juga memiliki jenis yang berdaun glamour dengan gemerlap warna dan kehalusan struktur daun di atas rata-rata yang terdapat pada jenis anthurium sirih.
Ia bernama sirih. Sebab, jenis satu ini sangat mirip dengan tanaman yang sering digunakan sebagai inang oleh orang-orang jaman dulu, yaitu sirih. Tak hanya bentuk, pola tubuhnya merambat (sedang anturium lain pada umumnya memiliki batang tegak), membuat kita seakan teringat oleh tanaman sirih yang biasa tumbuh menjalar.
Jika dibandingkan dengan jenis lain, jenis ini relatif memiliki harga jual dan purna jual stabil dan cenderung tinggi. Uniknya, hal itu terjadi sampai sekarang, dimana penjualan anthurium bisa dibilang agak lesu. Sekedar pantauan singkat, harga sirih saat ini untuk usia satu daun anakan hasil split dihargai Rp 300.ribu.
Sedangkan untuk usia dewasa atau daun berukuran lebih dari 30 cm, harga minimal Rp 8 juta (di atas harga jenmanii yang usia satu daun saat ini bisa didapat dengan harga Rp 100 ribu dan usia remaja dan dewasa sering dihargai minimal Rp 2 juta). Tak sedikit penjualnya beralasan, mahalnya tanaman ini dikarenakan susahnya sirih untuk dibudidayakan, juga perkembangannya cenderung sangat lambat.
Benar saja, dalam setiap keluar daun baru, jenis ini biasanya membutuhkan waktu lebih dari 3 bulan. Itu jelas waktu lama jika dibanding dengan jenis lain yang sering menelurkan daun baru setiap 2 minggu sekali. Jenis ini juga termasuk anthurium mandul dan susah untuk dikembang-biakkan.
“Umumnya, barang (anthurium sirih) yang saat ini beredar di pasaran adalah hasil split. Sebab, pada umumnya sirih susah keluar tongkol,” kata Pebisnis Anthurium di Ragunan Jakarta Selatan (Jaksel), Totok Gondowasito.
Menurutnya, meski permintaan tak sebanyak gelombang cinta, tapi permintaan sirih masih terus mengalir dengan harga yang relative tinggi. Itu membuatnya bersemangat untuk mempelajari teknik split pada anthurium.
“Biasanya anthurium sirih diperbanyak dengan cara ini. Ketika anthurium sirih berusia lebih dari 6 bulan, memiliki sedikitnya dua daun dan sudah keluar mata akar, itu adalah saat yang tepat untuk memisahkannya,” ujar Totok.
Selain susahnya tanaman ini mengeluarkan tongkol sebagai media perbanyakan, sirih termasuk satu diantara jenis anthurium langganan juara di setiap kontes anthurium. Hal ini tak terlepas dari tampilan daun yang sering memikat mata juri penilai. Dan bukannya kecelakaan atau malas keluar, tongkol yang sering keluar pun tak jarang sengaja dipotong untuk mempertahankan keindahan daun. Hal ini yang sering dilakukan oleh M Sutoyo Santoso, Pebisnis Anthurium di Solo Jawa Tengah (Jateng).
“Seperti anthurium yang lain pada umumnya, kemunculan tongkol sering mengganggu perkembangan daun, sehingga jika tak dipotong, daun yang keluar akan mengalami kecacatan. Misalnya, berlubang atau kerutan yang muncul, sehingga mengurangi estetika sirih,” ungkap pria yang sering mengikut-sertakan sirihnya dalam setiap kali ada kontes anthurium ini.
Pada dasarnya, lanjut Sutoyo, jika dilihat perkembangan tongkol sering jadi dilema sendiri bagi pemilik anthurium. Nutrisi yang terbagai jadi alasan mengapa salah satu bagian ini harus dikorbankan. Biasanya hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Jika ingin membudidaya, daun yang sudah besar harus rela berlubang.
Namun jika daun yang ingin dipertahankan, mau-tak-mau tongkol harus dipangkas. Paling tidak, hal itu yang jadi rahasia Sutoyo dalam mempertahankan kecantikan koleksi anthurium sirihnya. [adi]
Perawatan Benar, Tongkol pun Rajin Keluar
Meski terkenal dengan anthurium mandul, keluarnya tongkol pada anthurium sirih tak berarti harus merusak daun. Bahkan kedua bagian ini bisa tumbuh optimal dan menghasilkan anakan jempolan. Tak ada formula khusus untuk menjaga kedua bagian ini tumbuh dengan sempurna. Hanya perawatan dan pemahaman akan karakter tanaman, harus ‘benar’ diperhatikan.
Hal ini yang telah dicoba dan kelihatannya akan berhasil memperbanyak anakan sirih melalui perkembang-biakan biji. Adalah Hermansyah, Pebisnis Anthurium di Sleman Jogjakarta, merupakan satu diantara orang yang beruntung itu.
“Tak selamanya tongkol akan merusak daun dan sebaliknya. Dengan perawatan yang benar, kedua bagian ini bisa tumbuh secara berdampingan,” imbuh Hermansyah.
Perawatan yang benar, menurut Herman, adalah kebutuhan nutrisi dan media tanam yang tepat. Pemupukan harus stimulan dan memberikan pupuk beda merk paling tidak setiap 3 minggu sekali. Selain itu, dalam hal penyiraman dilakukan minimal 2 kali dalam sehari. Tujuannya untuk menhindari tanaman dari dehidrasi.
“Biasanya daun atau tongkol yang dehidrasi akan terlihat lemas. Jika hal ini dibiarkan, maka usia daun atau tongkol ini tak akan bisa lama,” imbuh Hermansyah.
Namun perawatan standar ini tak selamanya berlaku dan sama di setiap tempat. Ini tentu saja tak berlaku di semua tempat, karena umumnya beda tempat – beda pula perawatan. Misalnya, proses penyiraman harus sering dilakukan di daerah-daerah dataran rendah dibanding dengan daerah dataran tinggi, karena tingkat dehidrasi tanaman di dataran rendah sangat tinggi.
Bahkan tak hanya perkembangan daun dan tongkol yang sempurna, modifikasi lingkungan juga dapat menciptakan keunikan pada warna anthurium. Dengan kata lain, warna yang konon hanya bisa dimunculkan di daerah dataran tinggi pun bisa diciptakan di daerah dataran rendah.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam setiap pemeliharaan anthurium. Diantaranya, sirkulasi angin, kesejukan ruangan, dan perawatan yang intensif dilakukan setiap harinya. Meski begitu, daerah yang berpengaruh dengan lingkungan tak selalu berpengaruh pada keluarnya warna pada anthurium.
“Dimanapun juga tanaman bisa dicetak jadi cantik. Asal kita dapat menciptakan suasana tiruan, sehingga tanaman jadi nyaman (sedikit banyak mendekati lingkungan di dataran tinggi),” jelas pria berkacamata ini. [adi]-May 6, 2008 by tabloidgallery
Ia bernama sirih. Sebab, jenis satu ini sangat mirip dengan tanaman yang sering digunakan sebagai inang oleh orang-orang jaman dulu, yaitu sirih. Tak hanya bentuk, pola tubuhnya merambat (sedang anturium lain pada umumnya memiliki batang tegak), membuat kita seakan teringat oleh tanaman sirih yang biasa tumbuh menjalar.
Jika dibandingkan dengan jenis lain, jenis ini relatif memiliki harga jual dan purna jual stabil dan cenderung tinggi. Uniknya, hal itu terjadi sampai sekarang, dimana penjualan anthurium bisa dibilang agak lesu. Sekedar pantauan singkat, harga sirih saat ini untuk usia satu daun anakan hasil split dihargai Rp 300.ribu.
Sedangkan untuk usia dewasa atau daun berukuran lebih dari 30 cm, harga minimal Rp 8 juta (di atas harga jenmanii yang usia satu daun saat ini bisa didapat dengan harga Rp 100 ribu dan usia remaja dan dewasa sering dihargai minimal Rp 2 juta). Tak sedikit penjualnya beralasan, mahalnya tanaman ini dikarenakan susahnya sirih untuk dibudidayakan, juga perkembangannya cenderung sangat lambat.
Benar saja, dalam setiap keluar daun baru, jenis ini biasanya membutuhkan waktu lebih dari 3 bulan. Itu jelas waktu lama jika dibanding dengan jenis lain yang sering menelurkan daun baru setiap 2 minggu sekali. Jenis ini juga termasuk anthurium mandul dan susah untuk dikembang-biakkan.
“Umumnya, barang (anthurium sirih) yang saat ini beredar di pasaran adalah hasil split. Sebab, pada umumnya sirih susah keluar tongkol,” kata Pebisnis Anthurium di Ragunan Jakarta Selatan (Jaksel), Totok Gondowasito.
Menurutnya, meski permintaan tak sebanyak gelombang cinta, tapi permintaan sirih masih terus mengalir dengan harga yang relative tinggi. Itu membuatnya bersemangat untuk mempelajari teknik split pada anthurium.
“Biasanya anthurium sirih diperbanyak dengan cara ini. Ketika anthurium sirih berusia lebih dari 6 bulan, memiliki sedikitnya dua daun dan sudah keluar mata akar, itu adalah saat yang tepat untuk memisahkannya,” ujar Totok.
Selain susahnya tanaman ini mengeluarkan tongkol sebagai media perbanyakan, sirih termasuk satu diantara jenis anthurium langganan juara di setiap kontes anthurium. Hal ini tak terlepas dari tampilan daun yang sering memikat mata juri penilai. Dan bukannya kecelakaan atau malas keluar, tongkol yang sering keluar pun tak jarang sengaja dipotong untuk mempertahankan keindahan daun. Hal ini yang sering dilakukan oleh M Sutoyo Santoso, Pebisnis Anthurium di Solo Jawa Tengah (Jateng).
“Seperti anthurium yang lain pada umumnya, kemunculan tongkol sering mengganggu perkembangan daun, sehingga jika tak dipotong, daun yang keluar akan mengalami kecacatan. Misalnya, berlubang atau kerutan yang muncul, sehingga mengurangi estetika sirih,” ungkap pria yang sering mengikut-sertakan sirihnya dalam setiap kali ada kontes anthurium ini.
Pada dasarnya, lanjut Sutoyo, jika dilihat perkembangan tongkol sering jadi dilema sendiri bagi pemilik anthurium. Nutrisi yang terbagai jadi alasan mengapa salah satu bagian ini harus dikorbankan. Biasanya hal ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Jika ingin membudidaya, daun yang sudah besar harus rela berlubang.
Namun jika daun yang ingin dipertahankan, mau-tak-mau tongkol harus dipangkas. Paling tidak, hal itu yang jadi rahasia Sutoyo dalam mempertahankan kecantikan koleksi anthurium sirihnya. [adi]
Perawatan Benar, Tongkol pun Rajin Keluar
Meski terkenal dengan anthurium mandul, keluarnya tongkol pada anthurium sirih tak berarti harus merusak daun. Bahkan kedua bagian ini bisa tumbuh optimal dan menghasilkan anakan jempolan. Tak ada formula khusus untuk menjaga kedua bagian ini tumbuh dengan sempurna. Hanya perawatan dan pemahaman akan karakter tanaman, harus ‘benar’ diperhatikan.
Hal ini yang telah dicoba dan kelihatannya akan berhasil memperbanyak anakan sirih melalui perkembang-biakan biji. Adalah Hermansyah, Pebisnis Anthurium di Sleman Jogjakarta, merupakan satu diantara orang yang beruntung itu.
“Tak selamanya tongkol akan merusak daun dan sebaliknya. Dengan perawatan yang benar, kedua bagian ini bisa tumbuh secara berdampingan,” imbuh Hermansyah.
Perawatan yang benar, menurut Herman, adalah kebutuhan nutrisi dan media tanam yang tepat. Pemupukan harus stimulan dan memberikan pupuk beda merk paling tidak setiap 3 minggu sekali. Selain itu, dalam hal penyiraman dilakukan minimal 2 kali dalam sehari. Tujuannya untuk menhindari tanaman dari dehidrasi.
“Biasanya daun atau tongkol yang dehidrasi akan terlihat lemas. Jika hal ini dibiarkan, maka usia daun atau tongkol ini tak akan bisa lama,” imbuh Hermansyah.
Namun perawatan standar ini tak selamanya berlaku dan sama di setiap tempat. Ini tentu saja tak berlaku di semua tempat, karena umumnya beda tempat – beda pula perawatan. Misalnya, proses penyiraman harus sering dilakukan di daerah-daerah dataran rendah dibanding dengan daerah dataran tinggi, karena tingkat dehidrasi tanaman di dataran rendah sangat tinggi.
Bahkan tak hanya perkembangan daun dan tongkol yang sempurna, modifikasi lingkungan juga dapat menciptakan keunikan pada warna anthurium. Dengan kata lain, warna yang konon hanya bisa dimunculkan di daerah dataran tinggi pun bisa diciptakan di daerah dataran rendah.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam setiap pemeliharaan anthurium. Diantaranya, sirkulasi angin, kesejukan ruangan, dan perawatan yang intensif dilakukan setiap harinya. Meski begitu, daerah yang berpengaruh dengan lingkungan tak selalu berpengaruh pada keluarnya warna pada anthurium.
“Dimanapun juga tanaman bisa dicetak jadi cantik. Asal kita dapat menciptakan suasana tiruan, sehingga tanaman jadi nyaman (sedikit banyak mendekati lingkungan di dataran tinggi),” jelas pria berkacamata ini. [adi]-May 6, 2008 by tabloidgallery
No comments:
Post a Comment