Thursday, September 3, 2009

Bayangan rindu semalam

Telah sekian musim rindu itu terpidana dalam kalbu nan lara.Rindu yang mulai rontok oleh gema keterasingan.Keterasingan yang amat menyeksa.Bagaikan bebeurung camar pulang dari bertualang dia menyeka langsir biru muda.Menatap awan gemawan melakar warnawarni wajah malam.Dia ingin belajar mengukir senyuman di bibir yang rekah.Matanya polos memugar seribu harapan harapan harap pada dedauanan resah.Harapan yang mula redup bagaikan bulan pucat dirembang petang.Pintu jendela itu kini terkuak lebar dan dia kembali menghadap cermin.Cermin yang sekian waktu tetap setia menghimpun rahsia hatinya.Hati seorang dara yang terluka.
Bayu bertiup sepoi-sepoi bahasa mnegelus lembut dedaun malam tanpa bebintang.Nyanyian camar membalam di pojok hening malam.Sesekali elusan nafasnya mendesah melepaskan lelah kalbu.Kalbu ingatan lewat kolam mata bening di depan cermin yang mula kabur oleh kabut gelisah resahnya.
Dengan penuh santun dia melontarkan mata hayatnya memaut dedaun perjalanan yang sekian kini terhimpun dalam benak sukmanya.Satu demi satu langkah gotainya terhayun ke perdu ingatan.Sesaat wajah-wajah itu bagaikan datang silih berganti,bersimpuh dan menyapa dirinya.Dirinya yang telah sirna oleh getarasa.Getarsasa yang memaut kealpaan diri semakin menguliti belikat mata batinnya.
" Siapa yang lebih baik dari hari kelmarin,dia adalah orang yang beruntung.Siapa yang sama seperti hari kelmarin dia adalah orang yang sia-sia dan siapa yang lebih buruk dari hari kelmarin dia adalah orang yang merugi," suara utu menggema lagi mengetuk-ngetuk kupingnya.Suara seorang kiyai yang palingdihormatinya.
Ilusi demi ilusi bertaut erat dalam bijana perak madu hayalnya.Kekadang tersungkur rebah kemudian bangkit lagi memapah serpihan sari yakinnya di kaki langit.Dia tahu penantian itu sesuatu yang amat menyakitkan ,namun dia tetap tabah.Setabah ombak memecah batu karang di teluk Brunei.Janji yang terlafaz akan dikotakan.Kendatipun nanti mentari harus tenggelam dalam tasik biru ragajiwa kecundang.Dia tetap angkuh menidakkan segenap prasangka.
Demikian episod perjalanan demi perjalanan yang sempat terlewati dengan penuh cerita dukana biru ungu pentafsir makna.Segugus ingatan pada tanah bonda kekadang menerjah benak rasa kala sepi mula merona palka sendu di dada,dimata hingga harapan harapan harap sesekali membingkai ditiap pojok doa-doa kudusrang muda yang bertualang dan sering hilang pertimbangan.
Sepuluh tahun.Ya sepuluh tahun telah kembali memantau segenap harapan biru ungu di dada dan senandung tembang nara pidana kekadang berkumandang lembut mencanang genta nostalgia bagaikan irama `evergreen' yang lembut dari ccakera padat yang diputarkan lewat kesepian demi kesepian malam yang membekam jejantung ingatan.
Rasa berdosakah yang sering membuat kita kekadang hilangpertimbangan atau sang takdir yang datang menggoda warna-warni iman?
" Pulanglah anak rantau.Sawah ladang telah lama kering kontang.Tak usahlah terlalu prihatin memintal tali temali dendam di atas perdu buih-buih samudera kerana kuntum-kuntum padi malinja berbunga mutiara telah lama terpojok di atas ranjau igau,"
" Benarkah begitu? Tetapi mengapa dia masih melakar benang-benang sutera di atas kanvas sambil menyanyikan puisi-puisi duka sang dara:...dan biarkan ia bebas di atas wadah kencana dan taring yang berbisa akan dipatahkan.Biar rontok dimamah zaman..."
" Ketahuilah, Ela bila telah datang kebenaran segala kebtilan akan ranap musnah.Kau harus sadar usia kita semakin menakah puncak mimpi yang mengasyikkan.Sedang pesisir noda yang terbekam dalam sukma tidak akan pernah pudar selagi tidak disucikan dengan madu iman.Sujudlah pada Penganugerah Rahmat pasti disana kau temui erti diri yang sebenar," surat yang sudah lusuh itu dilipat kembali kemudian dimasukkan ke dalam sampul biru muda.
Dengan santai dia mencapaikain peraca yang tersangkut di birai tanjang.Kemudian dia mendekati cermin kaca dan menggilapnya dengan penuh hati-hati.Dalam sorotan lampu yang samar-samar dia menatap wajahnya yang mula dimamah usia.Matanya yang dulu bersinarangkuh kini semakin kuyu dan kedut di wajah mula mencarik-carik usia remaja.Dia kembali duduk di birai ranjang.Malam yang telah lama membening dibiarkan berlalu.Kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah bingkai emas yang tersangkut di dinding kamar.Potret anak-anak lembah kinabalu tersenyum sinis bagaikan menatapnya yang sedang dalam kekalutan.
"Perlu kau ketahui Ela.Aku sudah lama meninggalkan Sanggar Kastari.munkin kita dari sikap senasib.Disaat aku perlu meluahkan semua yang terpendam di lubuk hati agar tidak membeban ragajiwa,namun semua penjelasan mendapat tanggapan negatif.Jadi untuk apa kita harus bertahan setelah semuanya mulai hambar?" surat yang baru tiba itu pagi tadi diulang baca.
" Akhirnya kau pergi jua,Dayang.Pergi utnuk meneruskan pengembaraan yang tak pernah selesai setelah sekian tahun mengabdikan segenap ragajiwa,"getus hatinya.
Dia masih ingat lagi.Disuatu senja yang muram diakhir November sedasawarsa nan lalu.Disaat akhir dia mengambil kata putus cuma Dayang satu-satunya sahabat yang memahami dirinya.Dirinya yang terlalu agresif dan keras kepala menurut pandangan rakan-rakannya yang lain.
" Bersabarlah, Ela akumengerti perasaanmu.Mungkin Dang Jijah mempunyai pandangan berbeda dan harus mempertahankan sikap egonya," pujuk Dayang sambil menepuk pundaknya.
Kenangan.Teman-teman yang lain masih lagi meneruskan latihan tanpa menghiraukan mereka.Dayang dan Ela melangkah gontai ke arah bangku di tepi pantai.Deru ombak pantai Cina selatan berbaur dengan deru injin kereta yang mulai berbondong-bondong menyusuri jeraya pantai.Pantai Seri Kenangan.
Ela melabuhkan punggungnyake atas bangku batu di bawah pohon cemara rendang dan dayang menyanyi-nyanyi kecil sambil melontar bebatu kerikil ke tengah laut.
" Tindakan memusuhi orang bukanlah sikap manusia intelek,Ela" ujar Dayang sebaik sahaj duduk di sisi Ela.
Ela diam sambil melontar pandangan ke tengah laut.Beberapa ekor burung camar melayang-layang di udara sambil berebut-rebut hinggap di atas dahan cemara yang meliuk lintuk dipuput bayu.
" Mungkin seharusnya aku dihukum kalau benar aku bersalah,tetapi cubalah jelaskan dahlulu perkara sebenarnya," getus Ela sambil memandang Dayang.Dayang tersenyum sinis memandang ke arah pentas terbuka. Muzik tradisi yang cukup mengasyikkan menarik perhatian Dayang seketika.
" Memang benar kata-kata si Attar dari Nishaour,Ela: Ketika sebuah anak panah terlepas dari busurnya,ia mungkin berjalan lurus atau mungkin tidak, menurut apa yang dilakukan oleh si pemanah. Oleh kerana itu betapa anihnya kalau anak panah itu meleset tanpa penyimpangan,itu adalah kerana keterampilan si pemanah tadi. Tetapi kalau berjalan diluar yang benar,anak panahlah yang akan menerima kutukan," jawab Dayang sambil menyeka rambutnya yang berterbangan ditiup angin.
" Soalnya kita tidak mengetahui apa-apa tentang diri kita dan dalam keadaan begini kita kekadang bagaikan lilin dalam sarang madu.Apa yang kita ketahui tentang api atau nyalanya tidak merata? Kalau sampai pada tahap lilin dan kalau sinar terpancar tahulah kita.Demikian kalau kita hidup,kita mati dan hanya mengira diri kita hidup,"
" Benar Ela.Dimata orang arif si pencuba pertarungan dengan gajah bukanlah seorang yang berani. Si pemberani adalah dia yang tidak mengatakan sesuatu apa yang pantas dalam kemurkaan," balas Dayang setuju dengan pendapat sahabatnya.
" Masihkah kau ingat kata-kata Hakim Jani,Dayang? Katanya: Jangan menyombong bahawa engkau tidak punya kebanggaan kerana ia kurang terlihat ketimbang khaki semut di atas batu hitam pada waktu malam. Dan jangan fikir bahawa mengungkapkannya dari dalam ke luar adalah mudah sebab adalah lebih senang untuk mencabut sebuah gunung dari bumi dengan sebatang jarun,"
Dayang dia.
" dayang,aku harap doamu tetap mengiringiku di perjalanan nanti. Begitupun segala apa yang pernah kita lakukan selama ini terhadap nusa dan bangsa akan kau teruskan bersama teman-teman yang masih setia pada perjuangan ini," kata Ela serius.
" Semoga kau tetap tabah menghadapi segala dugaan di perantaun nanti,Ela.Anggaplah semua ini sebagai bekal ketika kau haus dan lapar di perjalanan kelak," sahut Dayang sayu.
" Terima kasih,Dayang.Aku tidak lupa pada budi baikmu selama ini,"
" Moga kau sukses dan bahagia di perantauan kelak,Ela.Jangan lupa bahawa hidup ini adalah perjuangan yang harus kau menangi dengan total," balas Dayang sambil mengiringi Ela ke pentas terbuka.
Ela bersalaman dengan semua temannya kemudian dia menuju ke kawasan letak kereta.Dang Jijah yang baru tiba tertegun melihat Ela melangkah ke arahnya.Tiba-tiba deru injin keretanya mengaum terus beredar meninggalkan Ela dan Dayang.Kedua sahabat itu berpandangan sesama sendiri.
Ela melabuhkan punggungnya ke atas bangku panjang pelabuhan.Beberapa buah kapal besar berlabuh sambil para buruh pelabuhan sibuk memunggah barang dari perut kapal.Injin teksi air yang berlumba-lumba mengejar penumpang berbaur dengan suara hiruk pikuk penjajah sayur dan ikan di tepi jalan raya.Riak air sungai Brunei berkocak bak ombak alun beralun memecah ke tebing darmaga.Dayang yang duduk di sisi Ela hanya membisu sambil menatap para penumpang masuk ke dalam kapal.Kapal air yang bakal membawa sahabatnya pergi jauh.Sedih.
"Terima kasih sekali lagi,Dayang.Rasanya setiakawan ini akan tetap subur di hatiku.Insya Allah!," ujar Ela setelah membisu sejak tadi.Dayang hanya tersenyum sambil ,enepuk pundak sahabatnya.
" Syabas,Ela.Aku bangga dengan sikapmu.Memang kekadang kita harus mengalah,tetapi bukan bermakna kita kalah.Ular menyusur akar tidak akan pernah hilang bisanya sedang cacing yang berlagak bagaikan sang tedung tidak mungkin akan berbisa.Aku tahu engkau telah encuba banyak kali memperbaiki keadaan,namun hasilnya tetap negatif,kan? Jadi,bukanlah salahmu memperhanankan tindakanmu ini." Balas Dayang memberi perangsang.
" Entahlah,Dayang.Aku benar-benar bengang dengan isu ini.Setahuku aku tidak pernah terniat melukai sesiapa.Selama ini aku cukup menghormati dan menghargai budi jasa kakak yang kerananya aku banyak mengenal banyak hal dalam hidup ini.Ah,biarlah dia dengan prasangkanya,"getus Ela kesal.
"...baiklah,Dayang aku mohon pamit.oh ya,tolong sampaikan salamku pada Dang Jijah.Semoga dia berbahagia bersama orang kesayangannya,"dayang hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Ela yang telah lama melangkah masuk ke pintu kapal.
Peluit telah lama dibunyikan.Semua penumpang sudah berada dalam perut kapal.Kapal Seri Buana.Dayang masih lagi berdiri di pelantar darmaga.Beberapa orang penumpang lain turut melambaikan tangan pada kekasih-kekasih,handai taulan lewat jendela kapal.Sebentar kemudian kapal Seri Buana bergerak perlahan meninggalkan muara sungai besar menuju ke laut Cina selatan.
Kokok ayam jantan sayup-sayup terdengar di hujung malam. Nyanyian cengkerik di pepucuk dedaun kian rancak bersahutan dengan irama nyanyian sang kodok di tepi paya.Sesekali dia menguap melepaskan lelah kantuknya. Dia menoleh ke kamar sebelah.Teman-teman sudah lama dibuai mimpi lena. Sesekali kokok ayam jantan mengganggu lamunannya.Dia berdiri dan menguap beberapa kali sambil menuju ke ruang tamu.Suis hi-fi dihidupkan kemudian dia mencapai cakera padat dan menekan punat pemain cakera. Tray cakera mendesis keluar dan dia terus meletakkan cakera kemudian menekan punat itu kembali.Perlahan-lahan dia memasukkan jack-headphone sambil mendekapkan ke telinganya.

"...malam ini kasih teringat aku padamu
seakan kau hadir di sisi menemaniku
Ku yakinkan diri agar tiada sepi
Kulewatkan hari di dalam mimpiku
Seandainya mungkin kumampu terbang ke awan
Detik ini juga kuakan melayang kesana
Kubawa pulang dirimu yang sangat kusayang..."
Suaranya terdengar perlahan turut mendendangkan lagu kegemarannya itu.Kasih!

Malam semakin membening.Dia masih lagi duduk terpaku di atas sofa di ruang tamu.Ingatan pada kampung halaman kian menghantui benaknya.Wajah-wajah ceria yang pernah dikenalnya satu demi satu menerpa ke ruang hayalnya.Namun wajah bonda seta adik-adik yang dikasihi tetap menambah rindu hayal mencengkam kalbunya.Rindu.
"Ah,biarkanlah,pujuk hati kecilnya.Suatu hari pasti akan pulang jua.Pulang bersama kebenaran yang ditemui,"bisik hati kecilnya lagi sambil menutup matanya perlahan-lahan.Sebentar kemudian dia pun terlena di atas sofa bersama bayangan rindunya yang kian menyentak.



No comments:

Post a Comment